Pengertian Tingkat Kesehatan Bank
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa bank yang sehat
adalah bank yang dapat menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik. Dengan kata
lain, bank yang sehat adalah bank yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan
masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran
lalu lintas pembayaran serta dapat digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan
berbagai kebijakannya, terutama kebijakan moneter. Dengan menjalankan
fungsi-fungsi tersebut diharapkan dapat memberikan pelayanan yang baik kepada
masyarakat serta bermanfaat bagi perekonomian secara keseluruhan.
Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik, bank harus
mempunyai modal yang cukup, menjaga kualitas asetnya dengan baik, dikelola
dengan baik dan dioperasikan berdasarkan prinsip kehati-hatian, menghasilkan
keuntungan yang cukup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya, serta
memelihara likuiditasnya sehingga dapat memenuhi kewajibannya setiap saat.
Selain itu, suatu bank harus senantiasa memenuhi berbagai ketentuan dan aturan
yang telah ditetapkan, yang pada dasarnya berupa berbagai ketentuan yang
mengacu pada prinsip-prinsip kehati-hatian di bidang perbankan.
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Penilaian tingkat kesehatan bank di Indonesia sampai saat
ini secara garis besar didasarkan pada faktor CAMEL (Capital, Assets Quality,
Management, Earning dan Liquidity). Seiring dengan penerapan risk based
supervision, penilaian tingkat kesehatan juga memerlukan penyempurnaan. Saat
ini BI tengah mempersiapkan penyempurnaan sistem penilaian bank yang baru, yang
memperhitungkan sensitivity to market risk atau risiko pasar. Dengan demikian
faktor-faktor yang diperhitungkan dalam system baru ini nantinya adalah CAMEL.
Kelima faktor tersebut memang merupakan faktor yang
menentukan kondisi suatu bank. Apabila suatu bank mengalami permasalahan pada
salah satu faktor tersebut (apalagi apabila suatu bank mengalami permasalahan
yang menyangkut lebih dari satu faktor tersebut), maka bank tersebut akan
mengalami kesulitan.
Sebagai contoh, suatu bank yang mengalami masalah likuiditas (meskipun bank tersebut modalnya cukup, selalu untung, dikelola dengan baik, kualitas aktiva produktifnya baik) maka apabila permasalahan tersebut tidak segera dapat diatasi maka dapat dipastikan bank tersebut akan menjadi tidak sehat. Pada waktu terjadi krisis perbankan di Indonesia sebetulnya tidak semua bank dalam kondisi tidak sehat, tetapi karena terjadi rush dan mengalami kesulitan likuiditas, maka sejumlah bank yang sebenarnya sehat menjadi tidak sehat.
Sebagai contoh, suatu bank yang mengalami masalah likuiditas (meskipun bank tersebut modalnya cukup, selalu untung, dikelola dengan baik, kualitas aktiva produktifnya baik) maka apabila permasalahan tersebut tidak segera dapat diatasi maka dapat dipastikan bank tersebut akan menjadi tidak sehat. Pada waktu terjadi krisis perbankan di Indonesia sebetulnya tidak semua bank dalam kondisi tidak sehat, tetapi karena terjadi rush dan mengalami kesulitan likuiditas, maka sejumlah bank yang sebenarnya sehat menjadi tidak sehat.
Meskipun secara umum faktor CAMEL relevan dipergunakan
untuk semua bank, tetapi bobot masing-masing faktor akan berbeda untuk
masing-masing jenis bank. Dengan dasar ini, maka penggunaan factor CAMEL dalam
penilaian tingkat kesehatan dibedakan antara bank umum dan BPR.
Perbedaan penilaian tingkat kesehatan antara bank umum dan
BPR hanya pada bobot masing-masing faktor CAMEL. Pelaksanaan penilaian
selanjutnya dilakukan sama tanpa ada pembedaan antara bank umum dan BPR. Dalam
uraian berikut, yang dimaksud dengan penilaian bank adalah penilaian bank umum
dan BPR.
Dalam melakukan penilaian atas tingkat kesehatan bank pada
dasarnya dilakukan dengan pendekatan kualitatif atas berbagai faktor yang
berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan suatu bank. Pendekatan tersebut
dilakukan dengan menilai faktor-faktor permodalan, kualitas aktiva produktif,
manajemen, rentabilitas dan likuiditas.
Pada tahap awal penilaian tingkat kesehatan suatu bank
dilakukan dengan melakukan kuantifikasi atas komponen dari masing-masing factor
tersebut. Faktor dan komponen tersebut selanjutnya diberi suatu bobot sesuai
dengan besarnya pengaruh terhadap kesehatan suatu bank.
Selanjutnya, penilaian faktor dan komponen dilakukan dengan
system kredit yang dinyatakan dalam nilai kredit antara 0 sampai 100. Hasil
penilaian atas dasar bobot dan nilai kredit selanjutnya dikurangi dengan nilai
kredit atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang lain yang sanksinya dikaitkan
dengan tingkat kesehatan bank.
Berdasarkan kuantifikasi atas komponen-komponen sebagaimana
diuraikan di atas, selanjutnya masih dievaluasi lagi dengan memperhatikan
informasi dan aspek-aspek lain yang secara materiil dapat berpengaruh terhadap
perkembangan masing-masing faktor. Pada akhirnya, akan diperoleh suatu angka
yang dapat menentukan predikat tingkat kesehatan bank, yaitu Sehat, Cukup Sehat,
Kurang Sehat dan Tidak Sehat.
Berikut ini penjelasan metode CAMEL :
1.
Capital (Permodalan)
Kekurangan
modal merupakan gejala umum yang dialami bank-bank di negara-negara berkembang.
Kekurangan modal tersebut dapat bersumber dari dua hal, yang pertama adalah
karena modal yang jumlahnya kecil, yang kedua adalah kualitas modalnya yang
buruk. Dengan demikian, pengawas bank harus yakin bahwa bank harus mempunyai
modal yang cukup, baik jumlah maupun kualitasnya. Selain itu, para pemegang
saham maupun pengurus bank harus benar-benar bertanggung jawab atas modal yang
sudah ditanamkan.
Berapa modal yang cukup tersebut? Pada saat ini persyaratan untuk mendirikan bank baru memerlukan modal disetor sebesar Rp. 3 trilyun. Namun bank-bank yang saat ketentuan tersebut diberlakukan sudah berdiri jumlah modalnya mungkin kurang dari jumlah tersebut. Pengertian kecukupan modal tersebut tidak hanya dihitung dari jumlah nominalnya, tetapi juga dari rasio kecukupan modal, atau yang sering disebut sebagai Capital Adequacy Ratio (CAR). Rasio tersebut merupakan perbandingan antara jumlah modal dengan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Pada saat ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku, CAR suatu bank sekurang-kurangnya sebesar 8%.
Berapa modal yang cukup tersebut? Pada saat ini persyaratan untuk mendirikan bank baru memerlukan modal disetor sebesar Rp. 3 trilyun. Namun bank-bank yang saat ketentuan tersebut diberlakukan sudah berdiri jumlah modalnya mungkin kurang dari jumlah tersebut. Pengertian kecukupan modal tersebut tidak hanya dihitung dari jumlah nominalnya, tetapi juga dari rasio kecukupan modal, atau yang sering disebut sebagai Capital Adequacy Ratio (CAR). Rasio tersebut merupakan perbandingan antara jumlah modal dengan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Pada saat ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku, CAR suatu bank sekurang-kurangnya sebesar 8%.
Penilaian
pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan antara lain dilakukan
melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
1)
kecukupan pemenuhan
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku;
2)
komposisi permodalan;
3)
trend ke
depan/proyeksi KPMM;
4)
aktiva produktif yang
diklasifikasikan dibandingkan dengan modal Bank
5)
kemampuan Bank
memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba
ditahan);
6)
rencana permodalan
Bank untuk mendukung pertumbuhan usaha;
7)
akses kepada sumber
permodalan dan kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan
Bank.
2.
Assets Quality
(Kualitas Aset)
Dalam
kondisi normal sebagian besar aktiva suatu bank terdiri dari kredit dan aktiva
lain yang dapat menghasilkan atau menjadi sumber pendapatan bagi bank, sehingga
jenis aktiva tersebut sering disebut sebagai aktiva produktif. Dengan kata
lain, aktiva produktif adalah penanaman dana Bank baik dalam rupiah maupun
valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, surat berharga, penempatan,
penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontijensi pada
transaksi rekening administratif. Di dalam menganalisis suatu bank pada umumnya
perhatian difokuskan pada kecukupan modal bank karena masalah solvensi memang
penting. Namun demikian, menganalisis kualitas aktiva produktif secara cermat
tidaklah kalah pentingnya. Kualitas aktiva produktif bank yang sangat jelek
secara implisit akan menghapus modal bank. Walaupun secara riil bank memiliki
modal yang cukup besar, apabila kualitas aktiva produktifnya sangat buruk dapat
saja kondisi modalnya menjadi buruk pula. Hal ini antara lain terkait dengan
berbagai permasalahan seperti pembentukan cadangan, penilaian asset, pemberian
pinjaman kepada pihak terkait, dan sebagainya. Penilaian terhadap kualitas
aktiva produktif di dalam ketentuan perbankan di Indonesia didasarkan pada dua
rasio yaitu:
1)
Rasio Aktiva Produktif
Diklasifikasikan terhadap Aktiva
Produktif (KAP 1). Aktiva Produktif Diklasifikasikan menjadi Lancar, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Rumusnya adalah :
Penilaian rasio KAP dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
Produktif (KAP 1). Aktiva Produktif Diklasifikasikan menjadi Lancar, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Rumusnya adalah :
Penilaian rasio KAP dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
-
Untuk rasio sebesar
15,5 % atau lebih diberi nilai kredit 0 dan
-
Untuk setiap penurunan
0,15% mulai dari 15,49% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
2)
Rasio Penyisihan
Penghapusan Aktiva Produktif terhadap Aktiva
Produktif yang diklasifikasikan (KAP 2).
Produktif yang diklasifikasikan (KAP 2).
Penilaian
rasio KAP untuk perhitungan PPAP dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut
untuk rasio 0 % diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap kenaikan 1 % dari 0 %
nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100. Penilaian pendekatan kuantitatif
dan kualitatif faktor kualitas asset antara lain dilakukan melalui penilaian
terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a.
aktiva produktif yang
diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva produktif
b.
debitur inti kredit di
luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit;
c.
perkembangan aktiva
produktif bermasalah/non performing asset dibandingkan dengan aktiva produktif;
d.
tingkat kecukupan
pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP)
e.
kecukupan kebijakan
dan prosedur aktiva produktif;
f.
sistem kaji ulang
(review) internal terhadap aktiva produktif;
g.
dokumentasi aktiva
produktif dan kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah.
3.
Management (Manajemen)
Manajemen
atau pengelolaan suatu bank akan menentukan sehat tidaknya suatu bank.
Mengingat hal tersebut, maka pengelolaan suatu manajemen sebuah bank
mendapatkan perhatian yang besar dalam penilaian tingkat kesehatan suatu bank
diharapkan dapat menciptakan dan memelihara kesehatannya.
Penilaian faktor manajemen dalam penilaian tingkat kesehatan bank umum dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap pengelolaan terhadap bank yang bersangkutan. Penilaian tersebut dilakukan dengan mempergunakan sekitar seratus kuesioner yang dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu kelompok manajemen umum dan kuesioner manajemen risiko.
Penilaian faktor manajemen dalam penilaian tingkat kesehatan bank umum dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap pengelolaan terhadap bank yang bersangkutan. Penilaian tersebut dilakukan dengan mempergunakan sekitar seratus kuesioner yang dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu kelompok manajemen umum dan kuesioner manajemen risiko.
Kuesioner
kelompok manajemen umum selanjutnya dibagi ke dalam sub kelompok pertanyaan
yang berkaitan dengan strategi, struktur, sistem, sumber daya manusia,
kepemimpinan, budaya kerja. Sementara itu, untuk kuesioner manajemen risiko
dibagi dalam sub kelompok yang berkaitan dengan risiko likuiditas, risiko
pasar, risiko kredit, risiko operasional, risiko hukum dan risiko pemilik dan
pengurus.
Penilaian
terhadap faktor manajemen antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut:
1.
manajemen umum;
2.
penerapan sistem
manajemen risiko; dan
3.
kepatuhan Bank
terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen kepada Bank Indonesia dan atau
pihak lainnya.
Earning
(Rentabilitas)
Salah
satu parameter untuk mengukur tingkat kesehatan suatu bank adalah kemampuan
bank untuk memperoleh keuntungan. Perlu diketahui bahwa apabila bank selalu
mengalami kerugian dalam kegiatan operasinya maka tentu saja lama kelamaan kerugian
tersebut akan memakan modalnya. Bank yang dalam kondisi demikian tentu saja
tidak dapat dikatakan sehat.
Penilaian didasarkan kepada rentabilitas atau earning suatu bank yaitu melihat kemampuan suatu bank dalam menciptakan laba. Penilaian dalam unsur ini didasarkan pada dua macam, yaitu :
Penilaian didasarkan kepada rentabilitas atau earning suatu bank yaitu melihat kemampuan suatu bank dalam menciptakan laba. Penilaian dalam unsur ini didasarkan pada dua macam, yaitu :
-
Rasio Laba terhadap
Total Assets (ROA / Earning 1).
Penilaian rasio earning 1 dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio 0 % atau negatif diberi nilai kredit 0, dan untuk setiap kenaikan 0,015% mulai dari 0% nilai kredit ditambah dengan nilai maksimum 100.
Penilaian rasio earning 1 dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio 0 % atau negatif diberi nilai kredit 0, dan untuk setiap kenaikan 0,015% mulai dari 0% nilai kredit ditambah dengan nilai maksimum 100.
-
Rasio Beban
Operasional terhadap Pendapatan Operasional (Earning 2). Penilaian pendekatan
kuantitatif dan kualitatif faktor rentabilitas antara lain dilakukan melalui
penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut :
-
Return on Assets
(ROA);
-
Return on Equity
(ROE);
-
Net Interest Margin
(NIM);
-
Biaya Operasional
dibandingkan dengan Pendapatan Operasional (BOPO);
-
Perkembangan laba
operasional;
-
Komposisi portofolio
aktiva produktif dan diversifikasi pendapatan;
-
Penerapan prinsip
akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya dan Prospek laba operasional.
4.
Liquidity (Likuiditas)
Penilaian
terhadap faktor likuiditas dilakukan dengan menilai dua buah rasio, yaitu rasio
Kewajiban Bersih Antar Bank terhadap Modal Inti dan rasio Kredit terhadap Dana
yang Diterima oleh Bank. Yang dimaksud Kewajiban Bersih Antar Bank adalah
selisih antara kewajiban bank dengan tagihan kepada bank lain. Sementara itu
yang termasuk Dana yang Diterima adalah Kredit Likuiditas Bank Indonesia, Giro,
Deposito, dan Tabungan Masyarakat, Pinjaman bukan dari bank yang berjangka
waktu lebih dari tiga bulan (tidak termasuk pinjaman subordinasi), Deposito dan
Pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan, dan surat
berharga yang diterbitkan oleh bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan.
Liquidity yaitu rasio untuk menilai likuiditas bank. Penilaian
likuiditas bank didasarkan atas dua macam rasio, yaitu :
-
Rasio jumlah kewajiban
bersih call money terhadap Aktiva Lancar.
-
Rasio antara Kredit
terhadap dana yang diterima oleh bank.
Penilaian
pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas antara lain dilakukan
melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
-
aktiva likuid kurang
dari 1 bulan dibandingkan dengan pasiva likuid kurang dari 1 bulan;
-
1-month maturity
mismatch ratio;
-
Loan to Deposit Ratio
(LDR);
-
proyeksi cash flow 3
bulan mendatang;
-
ketergantungan pada
dana antar bank dan deposan inti;
-
kebijakan dan
pengelolaan likuiditas (assets and liabilities management/ALMA);
-
kemampuan Bank untuk
memperoleh akses kepada pasar uang, pasar modal, atau sumber-sumber pendanaan
lainnya dan stabilitas dana pihak ketiga (DPK).
5.
Sensitivitas terhadap
risiko pasar (Sensitivity to Market Risk)
Penilaian
pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor sensitivitas terhadap risiko pasar
antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai
berikut:
-
Modal atau cadangan
yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan
potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga;
-
Modal atau cadangan
yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan
potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) nilai tukar; dan
-
Kecukupan penerapan
sistem manajemen risiko pasar.
maaf, saya ingin menanyakan apakah penebab rasio deposan inti terhadap DPK mengalami penurunan.. terimakasih atas jawabannya
BalasHapus